ASA HAMPIR FANA DI SEMPANA

Keindahan pulau Lombok memang tidak ada habisnya, semua sudut Lombok boleh dibilang indah semua. Yang membdakan adalah seberapa besar usaha yang kalian butuhkan untuk menggapainya. Saya akui saya belum pernah ke Rinjani, namun pernah ke salah satu puncak tertingginya, puncak Kondo. Jadi sedikit tidak saya paham seberapa melelahkannya menuju ke salah satu spot terindah di Pulau Lombok ini. Namun cerita seberapa lelah ke Kondo, yang berada di ketinggian 2940 Mdpl (meter di atas permukaan laut) sontak terlupakan, ketika saya "bermain" ke gunung Sempana, puncak tertinggi di kawasan Sembalun, 2329 Mdpl. Saya paham, bermain-main ke gunung adalah sesuatu yang salah dan sedikit bodoh.

Sempana Sembalun Bumbung


Bodoh, saya bisa mengatakan perjalanan ke Sempana desa Sembalun Bumbung kecamatan Sembalun adalah sebuah kebodohan. Kebodohan tersebut berasal dari diri saya yang tidak mempersiapkan fisik secara baik. Saya tidak pernah berpikir perjalanan ke Sebuah Gunung yang disebut bukit oleh para pegiat dunia daring begitu melelahkan. Trek yang terjal dan begitu menguras emosi, membuat saya berpikir asa saya untuk berada di puncaknya adalah sesuatu yang fana, palsu, kosong dan tidak ada harapan. Selain itu, kami menantang dehidrasi. Ya, air yang kami bawa begitu minim, sementara bumi bagian selatan sedang dilanda musim kemarau berkepanjangan. Bayangkan saja, kami menaiki gunung di Sembalun, pada suhu yang sangat panas, 35 derajad celsius. waw (wajah budi binomo).

Tiga minggu setelah dibuka, saya dan sejumlah teman, yang terdiri dari tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan berkesempatan untuk menaiki Gunung Sempana. Gunung yang ngehit's oleh kemolekan pemandangannya. Pemandangan savana, gunung dan ketinggian yang begitu memukau mata. Biaya retribusi menaiki gunung ini kurang lebih hanya Rp. 15.000,00 plus parkir. Tidak terlalu mahal.

Perjalanan pun dimulai, kami berdoa, dan kami mulai menapakkan kaki. Start tracking dimulai dengan menyusuri jalan usaha tani milik warga Sembalun Bumbung. Berjalan kaki di Sembalun pada jam 11 siang, kala itu terasa seperti berjalan menyusuri pantai gugusan Jerowaru. Puncak musim kemarau tahun ini begitu memukau. Sangat panas dan begitu menyengat. Bahkan di Sembalun, sebuah desa yang berada diatas ketinggian 1200 Mdpl.

Berjalan selama satu jam, kami melewati hutan, dan memasuki punggungan. Punggungan dengan kontur tanah berbatu dan panas. Tumbuhnya rumput minyak di samping kiri dan kanan tebing menambah panas perjalanan. Satu botol, dua botol, hingga tiga botol air habis. Ketakutan akan kehabiasan air pun perlahan mulai menyeruak.

jalur punggungan naga Sempana

Total sekitar satu jam perjalanan kami lewati untuk menaklukkan punggungan naga ini. Oya istilah punggungan naga, saya buat sendiri.

Trek selanjutnya pun berlanjut dengan menaiki jalur Tembok Cina. Cobaan terbesar ini dimulai di trek ini. Lama, terjal, dan menguras emosi. Kemiringan trek ini 85 derajat, kontur tanah yang berdebu menambah derita melewati jalur pendakian tembok cina ini. Suhu panas lagi-lagi ikut andil membaut kami begitu lama dijalur ini. Jalan lima menit istirehat lima menit, jalan 10 menit istirehat 20 menit. Adalah fakta yang terjadi disana. Saya sampai berpikir, "ahhh pulang". Hanya saja, semangat yang ditunjukkan oleh anak-anak yang lain membuat saya meneguhkan tekad untuk terus bergerak dan naik.

Sejujurnya saya ingin sampai di lokasi camp, puncak Gunung Nanggi 2300 Mdpl pada momentum sunset. Sayangnya, ketika matahari terbenam tiba saya masih di dua pertiga perjalanan. Sesungguhnya melihat sunset ketika pendakian ditengah perjalanan adalah sebuah kegagalan. Itu pendapat saya. Ya, saya memang merasa gagal.

 Matahari di Puncak Rinjani

Sunset di balik Rinjani

Jomblo

Usai menempuh perjalanan selama kurang lebih empat jam, atau enam jam secara keseluruhan, kami sampai di Puncak Nanggi. Kami mendirikan tenda, memasak, dan beritirehat. Bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke puncak bukit Sempana pada keesokan harinya. Meski demikian istirehat serasa sangat sulit. Angin muson Australia bertiup begitu kencang, seolah ingin menerbangkan kami dan rerimbunan pohon cemara diatas kami. Bunyinya pun begitu terdengar menyeramkan. Tapi saya berpikir, apapun yang terjadi terjadi saja. Sayapun bisa tertidur dengan setengah pulas.

Pada keesokan harinya, Saya terbangun pukul 05:30, padahal saya ingin bangun lebih pagi untuk menikmati milky way subuh. Sayang sekali.

Selesai beribadah dan mempersiapkan kamera, kami terlebih dahulu menikmati pemandangan matahari terbit di Puncak Nanggi. Sangat indah sekali. Energi matahari dipagi hari membuat saya serasa lebih hidup. Mungkin. 

Matahari

Sembalun

puncak Rinjani

Dimoment seperti ini, sebagai seorang teman yang dianggap bisa memotret kawannya, saya merasa bermanfaat. Ya walau sedikit jengkel juga sih. Orang yang suka mencari kesendirian seperti saya kalau direpotkan kadang risih juga. Tapi saya menyukai teman-teman saya, yang menganggap saya bermanfaat untuk mereka. Bisa jadi. 
Matahari semakin meninggi, pemandangan pun terasa semakin memukau. Padang ilalang, puncak Rinjani, pohon cemara, dan pemandangan lautan selat alas benar-benar memanjakan kami. Kami pun lupa bahwa ada menu utama yang harus kami kunjungi. Bukan Puncak Gunung Nanggi ini, tapi yang harus kami naiki adalah Puncak Sempana, yang terletak 500 meter dari puncak Nanggi. 





Selesai menikmati pemandangan puncak nanggi kami berkemas, dan melanjutkan perjalanan menuju Sempana pada pukul 08:30. Perjalanan ke Sempana tidak terlalu sulit. Yang membuat sulit adalah ketersediaan air minum kami. Terlanjur basah, kami tetap berjalan dan menyusuri hutan pinus  serta padang ilalang yang sepertinya siap terbakar jika ada api kecil yang menyulutnya.

Perjalanan ke Sempana pun memakan waktu 45 menit. Cukup melelahkan, dan saya merasa cukup capek. Nasi goreng yang masuk kedalam perut ketika sarapan tadi masih belum saya rasakan efeknya. Yang ada saya justru ngantuk. Tapi perjalanan harus terus berlanjut.

Sampailah saya dipuncak, sementara teman-teman yang lain, mereka tidak sampai. mentok 50 meter sebelum puncak. Mereka kelelahan dan takut dehidrasi. Sementara saya asik menikmati puncak sendiri. Ahh ini yang saya impikan. Pemandangan alam yang memukau, indah dan mempesona saya nikmati sendiri.

Sempana Sembalun, seperti yang dikatakan oleh netizen, memang begitu indah. Perpaduan pemandangan gunung, sabana, hutan hujan tropis, dan tentu saja pulau Lombok serta Puncak Rinjani memanjakan indra penglihatan saya. Dehidrasi yang saya alami saya lupakan sementara, karena ini adalah kesempatan pertama saya berdiri di atas ketinggian 2329 Mdpl, puncak tertinggi di Sembalun.

Harapan yang hampir fana itupun terbayarkan. Saya bersyukur dan saya menikmatinya.


Sempana Sembalun

terima kasih tripod

terima kasi juga buat teman-teman

Selesai menikmati pemandangan indah ini kami kembali. Kami menuju perjalanan pulang menuruni gunung tersebut dan "Menantang Dehidrasi", yang melemaskan kami. Bersyukur kami terselamatkan dan selamat.

Menaiki gunung, bukan untuk bermain-main. lawan mu bukan hanya ketinggian, tapi alam secara keseluruhan. Jadi siapkan dirimu, fisikmu dan bekalmu ketika menaiki gunung. Saya tidak berpengalaman, saya juga belum pernah naik Rinjani, tapi saya berpikir meremehkan sekecil apapun gunung adalah paradigma yang salah.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

INDAHNYA PANORAMA RINJANI DARI PUNCAK SANGKAREANG TETEBATU

USAI BENCANA, LAHIR PESONA: BENDUNGAN RANTE MAS, SEMBALUN

Pantai Batu Dagong